JK250811

Senin, 13 Desember 2010

Berhenti Merokok, Benarkah Menjadi Pilihan Sulit?


Berhenti Merokok, 
Benarkah Menjadi Pilihan Sulit?

Oleh : Johanes Krisnomo

Siang itu, Kamis 11 Maret 2010, pukul 12.15, suasana kantin penuh dengan karyawan yang sedang menikmati makan siangnya. Sesuai aturan, perusahaan makanan yang terletak di daerah Padalarang tersebut, menetapkan waktu istirahat makan selama 30 menit,termasuk merokok.

Demi keamanan dan kesehatan kerja, kebijakan perusahaan melarang karyawan merokok di semua area pabrik, kecuali di tempat-tempat yang telah disediakan. Kantin, dengan ukuran panjang dan lebar sepuluh meter, kurang lebih sepuluh persen total luas, digunakan untuk area merokok. Adanya ruang khusus bagi penikmat rokok, menunjukan bahwa keberadaan kaum perokok tidak dapat diabaikan begitu saja. Banyak hal menarik yang perlu dicermati, salah satu diantaranya, mengapa seseorang bisa berhenti merokok, sedangkan yang lain tidak bisa.

Sejalan dengan gencarnya kampanye anti rokok, mulai banyak para perokok yang menyadari bahaya kesehatan akibat kebiasaan merokok. Namun, kesadaran bahaya merokok tersebut tidak lantas membuat para perokok memutuskan untuk berhenti merokok. Faktor ketagihan nikotin pun turut mempengaruhi terganggunya rasionalitas para perokok tersebut. Keadaan ini tergambarkan pada penelitian yang dilakukan oleh James Mahoney dan Amanda Burrell dari Universitas Canberra (UC) Australia terhadap 234 orang mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan, setiap mahasiswa yang disurvei, tahu merokok akan membahayakan kesehatan mereka. Mereka mengaku mengingat isi pesan kampanye antirokok yang selama ini ada, namun tidak cukup menyadarkan mereka untuk menghentikan kebiasaan merokok.(kompas/antara/uc/2008).

Ada satu alasan aneh atau mungkin sekadar ungkapan tidak suka pertanyaan yang diajukan terhadapnya. Pak Toni, 40 tahun, salah satu karyawan perusahaan tersebut menyatakan bahwa alasan tidak berhenti merokok adalah, ”Setelah bertahun-tahun merokok, saya masih belum merasakan nikmatnya rokok. Jadi sampai sekarang masih penasaran tuh!”.

Lain lagi alasan yang lebih serius, seperti dikatakan Pak Agus, 45 tahun, karyawan di perusahaan yang sama, memberikan alasan mengapa dia tidak bisa berhenti merokok. ”Saya dulu, pernah mencoba berhenti merokok, cuma bertahan satu bulan. Bahkan permen pastiles yang waktu itu disediakan isteri, sebagai pengganti rokok, tidak berhasil mengalahkan kuatnya pengaruh rokok. Bau asap rokok dari teman-teman, waktu kumpul ngobrol bareng sangat mempengaruhi syaraf otak untuk kembali merokok. Alasan lain pusing, lemas dan tak ada semangat hidup kalau tak merokok,” tutur Pak Agus penuh semangat, dengan posisi kedua jari menjepit rokok keretek.

Dalam makalah yang berjudul, ”Bahaya Tembakau dan Bentuk-Bentuk Sediaan Tembakau”, Tahun 2007, Sharon Gondodiputro,dr.,MARS, Fakultas Kedokteran UNPAD, menjelaskan bahwa merokok diestimasikan 90% menyebabkan kanker paru-paru pada pria, dan sekitar 70% pada wanita. Di negara-negara industri, sekitar 56%-80% merokok menyebabkan penyakit pernafasan kronis dan sekitar 22% penyakit jantung.

Lebih lanjut dikatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-4 jumlah perokok terbanyak di dunia dengan jumlah sekitar 141 juta orang. Diperkirakan, konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang rokok. Akibatnya adalah kematian sebanyak 5 juta orang pertahunnya. Bila hal ini tidak dapat dicegah, maka jumlah kematian akan mendekati 10 juta orang per tahun pada tahun 2020.

Beberapa literatur menjelaskan bahwa ketergantungan rokok, lebih disebabkan oleh nikotin yang mempunyai pengaruh dahsyat. Nikotin yang terhisap bersama rokok akan diterima oleh reseptor otak yang kemudian melepaskan zat dopamine. Zat ini memberikan efek nikmat dan menenangkan. Pada saat tidak merokok, kadar dopamine juga menurun sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman serta stress. Akibatnya perokok kembali harus merokok.

Sementara itu, ruang khusus merokok, pukul 12.40, semakin pengap penuh dengan asap rokok dan bertambahnya kaum perokok yang menghabiskan detik-detik terakhirnya. Dari luar area merokok, masih di kantin, Pak Budi, 55 tahun, memberikan komentarnya. ”Saya dulu juga perokok, sudah 5 tahun belakangan berhenti merokok. Badan bisa lebih sehat dan makan tambah banyak,” jelas Pak Budi. Sambungnya lagi, ” Saya tidak mau diberhentikan dari kebiasaan merokok oleh sesuatu penyakit. Lebih baik saya berhenti merokok dengan sukarela. Yang penting Niat dan lakukan, jangan mempersulit diri!”

Sebuah tantangan meskipun sulit, masih ada kesempatan bagi kaum perokok untuk mempertimbangkan lebih serius, kebiasaan merokok!


Sumber Foto : Google, Yahoo.

Penulis,Alumnus Kimia ITB,Pemerhati Lingkungan Hidup,Teknologi Pangan, Kesehatan, Kimia Pangan dan Praktisi di Industri Pangan.

Catatan : Artikel telah dipublikasikan di www.kabarindonesia.com 16-Mar-2010

1 komentar:

  1. Bagi teman-teman perokok,
    maaf ya karena artikel ini sifatnya informasi.
    Bila ada komentar, dengan senang hati di terima dan akan dibalas.
    Selamat Membaca,
    Terimakasih,
    Salam Persahabatan Selalu,
    Johanes Krisnomo

    BalasHapus