Aku.dan.Ayahku
Oleh:.Johanes.Krisnomo
Kampus
ITB di Jalan Ganesha Bandung masih seperti yang dulu, tiga puluh lima tahun
lalu. Jelang pintu gerbang kampus, disebelah kanan terpampang spanduk
berukuran besar bertuliskan " Selamat Datang Putra-Putri Indonesia
Terbaik".
Calon
mahasiswa baru angkatan tujuh-tujuh, dengan kepala gundulnya bagi laki-laki dan
rambut diikat pita warna-warni berbaris memasuki kampus dengan wajah kuyu dan
patuh. Melupakan sejenak kebanggaan sebagai mahasiswa pilihan, ditengah
hiruk-pikuknya suasana Masa Perkenalan Mahasiswa Baru.
Ketika pagi itu, Sabtu 8 September tahun 2012 kulewati pintu gerbang yang sama, memenuhi undangan acara Reuni ITB angkatan tujuh-tujuh, muncul segala kenangan dibenak tanpa diundang. Waktu itu aku berbaris mengikuti alur, pandangan serius kedepan dan tak bisa becanda bebas karena panitia siap dengan bentakan dan hardikan bila ada calon mahasiswa yang terlihat main-main.
Dari balik pilar-pilar kampus, sosok pria tua tinggi kekar sekitar umur lima puluh lima tahunan dengan seksama memperhatikan barisan calon mahasiwa memasuki pintu gerbang kampus menuju Aula Barat. Kupalingkan wajah ke arah kiri, lha ternyata itu ayahku sendiri. Aku heran dan terkejut, karena pagi itu ketika berangkat sekitar pukul lima, ayahku masih duduk santai sambil minum kopi diteras tempat kos sementara yang terletak tak jauh dari kampus ITB.
Sebuah peraturan apakah tertulis atau hanya disampaikan lisan bahwa calon mahasiswa baru dalam jarak radius tertentu harus berjalan kaki menuju kampus dan tidak boleh diantar orang tua atau keluarga. Benar juga sich, khan sudah jadi maha dan bukan siswa lagi, pastinya harus lebih dewasa dan mandiri.
Kami lima bersaudara, aku yang paling besar. Jadi harap maklum kalau ayahku diam-diam ingin tahu kegiatan masa perkenalan mahasiswa baru untuk melengkapi perasaan bangga sebagai orang tua karena anaknya diterima di perguruan tinggi ternama di Indonesia.
Ayah, yang karena tugas barunya sebagai anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) di Jakarta, sebelumnya di Semarang, memang menjadikanku sebagai contoh bagi adik-adik, dan yang kutahu ayah sering bercerita kepada sanak keluarga dan juga kawan-kawannya bahwa anaknya yang nomor satu diterima di ITB Bandung.
Langkah pasti ketika memasuki pintu gerbang kampus masih kuat menghentak. Sorot mata kagum menghujam pada beberapa bangunan baru membentang megah menggusur lapangan sepakbola yang dulu terbentang luas ditengah.kampus.ITB.
Samar kulihat sosok ayah, pria tua tinggi kekar sekitar umur lima puluh lima tahunan dengan rambut memutih menebar senyum kearahku. Terkejut dan terpana, mungkinkah ayahku datang kembali. Tanganku dijabatnya dan wajahnya ramah menatapku, "Aku Djoko, temanmu!" katanya tegas. Aku terjaga, memoriku kembali menyatu dalam ingatan nuansa masa lampau.
Waktu memang berjalan cepat, semua kawan telah berubah bahkan telah berubah tua seperti ayahku ketika mengantarku dulu ke Bandung. Emosi menghambat jalanku, panitia reuni telah memanggil para alumnus untuk segera memasuki area di Lapangan Basket di dekat Aula.Barat.kampus.
Hatiku memasuki alam bawah sadar, dan kukatakan " Terimakasih Ayah, engkau telah berhasil mengantarkan anakmu menjadi orang yang berhasil. Semoga Tuhan mengampuni segala dosa-dosamu dan beristirahatlah dalam.damai.Tuhan"./Bandung,.26Sept.2012
Ketika pagi itu, Sabtu 8 September tahun 2012 kulewati pintu gerbang yang sama, memenuhi undangan acara Reuni ITB angkatan tujuh-tujuh, muncul segala kenangan dibenak tanpa diundang. Waktu itu aku berbaris mengikuti alur, pandangan serius kedepan dan tak bisa becanda bebas karena panitia siap dengan bentakan dan hardikan bila ada calon mahasiswa yang terlihat main-main.
Dari balik pilar-pilar kampus, sosok pria tua tinggi kekar sekitar umur lima puluh lima tahunan dengan seksama memperhatikan barisan calon mahasiwa memasuki pintu gerbang kampus menuju Aula Barat. Kupalingkan wajah ke arah kiri, lha ternyata itu ayahku sendiri. Aku heran dan terkejut, karena pagi itu ketika berangkat sekitar pukul lima, ayahku masih duduk santai sambil minum kopi diteras tempat kos sementara yang terletak tak jauh dari kampus ITB.
Sebuah peraturan apakah tertulis atau hanya disampaikan lisan bahwa calon mahasiswa baru dalam jarak radius tertentu harus berjalan kaki menuju kampus dan tidak boleh diantar orang tua atau keluarga. Benar juga sich, khan sudah jadi maha dan bukan siswa lagi, pastinya harus lebih dewasa dan mandiri.
Kami lima bersaudara, aku yang paling besar. Jadi harap maklum kalau ayahku diam-diam ingin tahu kegiatan masa perkenalan mahasiswa baru untuk melengkapi perasaan bangga sebagai orang tua karena anaknya diterima di perguruan tinggi ternama di Indonesia.
Ayah, yang karena tugas barunya sebagai anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) di Jakarta, sebelumnya di Semarang, memang menjadikanku sebagai contoh bagi adik-adik, dan yang kutahu ayah sering bercerita kepada sanak keluarga dan juga kawan-kawannya bahwa anaknya yang nomor satu diterima di ITB Bandung.
Langkah pasti ketika memasuki pintu gerbang kampus masih kuat menghentak. Sorot mata kagum menghujam pada beberapa bangunan baru membentang megah menggusur lapangan sepakbola yang dulu terbentang luas ditengah.kampus.ITB.
Samar kulihat sosok ayah, pria tua tinggi kekar sekitar umur lima puluh lima tahunan dengan rambut memutih menebar senyum kearahku. Terkejut dan terpana, mungkinkah ayahku datang kembali. Tanganku dijabatnya dan wajahnya ramah menatapku, "Aku Djoko, temanmu!" katanya tegas. Aku terjaga, memoriku kembali menyatu dalam ingatan nuansa masa lampau.
Waktu memang berjalan cepat, semua kawan telah berubah bahkan telah berubah tua seperti ayahku ketika mengantarku dulu ke Bandung. Emosi menghambat jalanku, panitia reuni telah memanggil para alumnus untuk segera memasuki area di Lapangan Basket di dekat Aula.Barat.kampus.
Hatiku memasuki alam bawah sadar, dan kukatakan " Terimakasih Ayah, engkau telah berhasil mengantarkan anakmu menjadi orang yang berhasil. Semoga Tuhan mengampuni segala dosa-dosamu dan beristirahatlah dalam.damai.Tuhan"./Bandung,.26Sept.2012
Sumber.Foto.Cover :.http://www.disparbud.jabarprov.go.id
Artikel
Cerpen telah dipublikasikan www.kabarindonesia.com
Bagus Pak, semangat terus.. awet muda hehehe
BalasHapusKalau nggak salah hitung Bapak ini seangkatan dengan yayang saya.. Kalau Bapak 1977 masuk ITB, suami saya masuk IKIP Malang..
Orang sehat bukan karena usia muda
tetapi semangat yang menyala-nyala
Berkah Dalem..
Hallo Mbak Globalneeds,
BalasHapusTerimakasih atas komentar dan tanggapannya.
Maaf balasnya sangat terlambat bahkan sdh berganti tahun.
Bila gak keberatan bisa kontak saya, request pertemanan di FB ketik nama saya lengkap.
Tolong info dari komentar blog.
Sampai Jumpa,
Johanes Krisnomo