JK250811

Minggu, 14 November 2010

Badai Polusi Tebarkan Debu Penyakit!



Badai Polusi Tebarkan Debu Penyakit!


Oleh: Johanes Krisnomo

TIBANYA musim kemarau di tengah badai polusi udara Kota Bandung memicu kekuatan tumbuh-kembangnya berbagai macam penyakit akibat cemaran debu. Terjadinya peningkatan kandungan partikulat debu akibat pergantian musim perlu disikapi dengan berbagai upaya oleh para pengguna jalan sebagai kelompok yang berisiko tinggi terpapar debu jalanan.

Dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, dr. H. Gunadi Sukma Bhinekas, M.Kes. bahwa pada masa peralihan musim atau pancaroba biasanya berbagai penyakit seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, dan demam berdarah dengue (DBD) mulai bermunculan. Pasalnya, saat itu tubuh manusia mudah terserang penyakit karena harus bekerja lebih keras untuk menyesuaikan dengan kondisi suhu yang tidak menentu. Lebih lanjut dikatakan bahwa salah satu proses yang berperan adalah keadaan di musim pancaroba yang sering menyebabkan terjadinya hujan yang tidak merata. Sementara di satu wilayah tetap beriklim panas dan dipenuhi debu, tidak sedikit kawasan lain yang mengalami hujan deras. Untuk itu, tidak meratanya angin di kawasan hujan tersebut akan mudah menerbangkan debu dan berbagai kotoran yang masih tersisa di kawasan kering dibanding pada musim kemarau (Galamedia, 27 April 2010).

Dalam hal kasus pencemaran udara, debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan. Pada saat orang menarik napas, udara yang mengandung partikel akan terhirup ke dalam paru-paru. Debu yang terisap kemungkinan besar membawa penyakit-penyakit yang berasal dari kotoran manusia, binatang, bangkai tikus, dan lain-lainnya yang sudah mengering dan bercampur dengan tanah. Dampak gangguan kesehatan yang ditimbulkan akibat debu selain gangguan saluran pernapasan adalah iritasi mata, alergi, dan kanker paru-paru.

Berkaitan dengan debu sebagai indikator cemaran polusi udara, dinyatakan pula banyaknya kandungan debu sebagai partikulat debu melayang atau suspended particulate matter (SPM). Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Hasil pantauan SPM oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, (http://www.bmkg. go.id), dari beberapa kota besar di Indonesia, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Palangakaraya, Manado, dan lain lain, pada bulan April 2009, rata-rata SPM berkisar antara 17,60 mikrogram/m3/ 24 jam hingga 211,46 mikrogram/m3/24 jam. Nilai SPM yang tercatat masih berada di bawah nilai baku mutu (230 mikrogram/m3/24 jam berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999), kecuali Bandung yang mendekati nilai ambang batas maksimum.

Khusus Kota Bandung, nilai SPM yang tercatat pada bulan Juni, Agustus, dan September 2009 jauh di atas ambang batas nilai antara 300 dan 400 mikrogram/m3/24 jam. Data pantauan terbaru nilai SPM Kota Bandung pada bulan Januari, Februari, dan Maret 2010 berkisar pada nilai 100 mikrogram/ m3/24 jam yang tidak berbeda jauh dengan nilai SPM bulan-bulan yang sama pada tahun 2009 dan diprediksikan akan mengalami kenaikan di atas ambang batas nilai SPM pada bulan-bulan April, Mei sampai September 2010, sejalan dengan terjadinya perubahan dari musim hujan ke musim kemarau.

Sebuah dilema bagi masyarakat dan pengguna jalan seperti para pengendara motor, pejalan kaki, polisi lalu lintas, penjaja makanan, dan petugas penyapu jalan yang melakukan kegiatan di sekitar jalan dengan tingkat polusi udara yang tinggi seperti Kota Bandung. Tidak ada pilihan untuk tidak melakukan tindak pencegahan terhadap terpaparnya debu jalanan bila ingin hidup sehat.

Penggunaan masker sebagai penutup mulut dan hidung selain berfungsi untuk menyaring debu jalanan juga untuk menangkal bau-bauan yang tidak sedap dan gas-gas beracun yang dihasilkan asap kendaraan bermotor. Keberadaan masker sering diabaikan oleh pengendara dan pengguna jalan lainnya karena dianggap merepotkan dan mengganggu kenyamanan. Hal serupa juga berlaku untuk pemakaian kacamata yang berfungsi terhadap pencegahan iritasi dan penyakit mata.

Sekitar akhir bulan Mei dan bulan-bulan berikutnya sesuai prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Kota Bandung akan memasuki musim kemarau. Masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau memberikan nuansa cemaran debu penyakit yang lebih dahsyat dari biasanya sebagai akibat pengaruh perbedaan tekanan udara dan hujan yang tidak merata.

Demi terciptanya kehidupan yang lebih sehat dan berkualitas, mari kita sambut tibanya musim kemarau dengan berbagai upaya pencegahan terhadap paparan debu jalanan dengan penggunaan masker, kacamata dan alat pelindung lainnya selama berkendara, berjalan dan beraktivitas di jalan raya atau di tempat-tempat lain yang berpotensi terjadinya cemaran debu. 

(Penulis adalah alumnus Kimia ITB, pemerhati lingkungan hidup, teknologi pangan, kesehatan, kimia pangan, dan praktisi di industri pangan)**

Catatan : Artikel telah dimuat di Galamedia, 13 Okt 2010

1 komentar: