JK250811

Minggu, 14 November 2010

Susu UHT Tahan Lama Tanpa Bahan Pengawet!


 Susu UHT Tahan Lama Tanpa Bahan Pengawet!

Oleh: Johanes Krisnomo

SUSU ultra high temperature (UHT) adalah susu cair dengan kemasan karton berbentuk kotak, selain praktis, higienis, juga menyehatkan dan tahan lama. Untuk memperpanjang masa simpannya, benarkah susu UHT diproses tanpa menggunakan bahan pengawet?

Prof. Dr. Ir. Made Astawan, M.S., ahli pangan dan gizi Institut Pertanian Bogor, menjelaskan, susu UHT merupakan susu yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat, yakni 135-145 derajat Celsius selama 2-5 detik (Amanatidis, 2002).

Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu, serta untuk mendapatkan warna, aroma, dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya.

Seperti mahkluk hidup lainnya, mikroorganisme atau mikroba memerlukan sumber energi, nitrogen, vitamin, mineral, dan faktor pertumbuhan lainnya yang berasal dari pangan. Aktivitas mikroba (bakteri, kapang, khamir) yang dilakukan untuk pertumbuhan dan mempertahankan hidupnya dapat merusak bahan pangan termasuk susu. Kerusakan pada susu ditandai dengan adanya perubahan bau menjadi tengik, perubahan bentuk menjadi gumpalan, berlendir serta terjadi perubahan rasa menjadi asam. Penggumpalan dan lendir disebabkan oleh bakteri serta terbentuknya asam pada susu.

Penyebab utama kerusakan pangan selain pertumbuhan dan aktivitas mikroba adalah rusaknya kemasan, karena luka atau bocor terkena gigitan binatang pengerat (contohnya tikus), terkena benda tajam atau tekanan benturan fisik. Kemasan yang terkoyak akan menjadi pintu gerbang masuknya cemaran mikroba dan oksigen yang berasal dari udara luar.

Untuk menjaga susu UHT tetap steril bebas cemaran mikroba, maka produk dikemas secara higienis dengan menggunakan kemasan aseptik multilapis berteknologi canggih. Kemasan multilapis ini kedap udara, sehingga bakteri tidak dapat masuk ke dalamnya. Selain itu kemasan susu UHT juga kedap cahaya. Pengawetan pangan memiliki dua tujuan, yaitu untuk menghambat pembusukan dan menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin. Dalam praktiknya, penggunaan bahan pengawet dalam produk pangan berperan sebagai antimikroba, dan atau antioksidan.

Bakteri, kapang, khamir, dan juga enzim penyebab pembusukan pangan perlu dihambat pertumbuhan maupun aktivitasnya. Enzim yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan, atau berasal dari cemaran mikroba dapat menjadi pemicu kerusakan pangan berupa pencokelatan (maillard). Ini merupakan reaksi antara gula dan asam amino pada protein. Peran bahan pengawet sebagai antioksidan akan mencegah pangan dari ketengikan dan pencokelatan. Pada saat pangan bertemu dengan cemaran oksigen (dari udara), sinar ultraviolet (dari sinar matahari) dan panas, maka antioksidan akan berfungsi sebagai penghambat reaksi oksidasi.

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/ Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan pengawet boleh digunakan untuk pangan asalkan sesuai dengan peruntukan yang diizinkan, dan masih dalam batas aman konsumsi (Drs. Wisnu Broto, Info-Badan POM, 2003).

Sesuai pernyataan yang tercantum pada kemasan, pihak produsen akan menjamin bahwa produk akan tetap steril, bebas mikroba, selama kemasan tidak rusak/sobek atau bocor. Jaminan layak konsumsi, biasanya sekitar 6-10 bulan dari waktu produksi, dan dinyatakan sebagai kode kedaluwarsa.

(Penulis, alumnus Kimia ITB, pemerhati lingkungan hidup, teknologi pangan, kesehatan, kimia pangan, dan praktisi di industri pangan).   Catatan : Artikel telah di publikasikan di Harian Umum Galamedia,06 Nov 2010

1 komentar:

  1. Bagi pembaca sekalian,
    berikut uji coba artikel.
    Telah dimuat di Harian Umum Galamedia
    Tgl 06 Nov 2010.
    Mohon komentar dan koreksinya.
    Trimakasih,
    J.Krisnomo

    BalasHapus