CTPS
Jurus Mini Sehatnya Maksi
Menyambut Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia - 15 Oktober
Oleh : Johanes Krisnomo
Tibanya musim pancaroba identik
dengan datangnya penyakit. Debu dan kotoran pembawa kuman ada di mana-mana,
menyatu dalam banyak kegiatan, baik di rumah, di jalan, di tempat umum maupun
di tempat kerja. Semua itu membutuhkan perilaku ketat pola hidup bersih dan
sehat (PHBS), yang salah satu pilarnya adalah cuci tangan pakai sabun (CTPS),
dan telah terbukti ampuh mencegah serangan berbagai macam penyakit seperti
diare, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), dan lain-lain. Masalahnya adalah
CTPS masih dianggap remeh dan belum menjadi suatu kebiasaan di sebagian besar
masyarakat.
Berdasarkan data Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) 2010, persentase
rumah tangga yang memenuhi kriteria PHBS dengan kategori baik secara rata-rata
nasional hanya 35,7 persen. Sedangkan persentase penduduk yang berperilaku
benar dalam CTPS secara rata-rata nasional hanya 24,5 persen.
"Orang menganggap cuci tangan itu tidak
penting. Mereka hanya cuci tangan pakai sabun kalau tangannya kotor, berminyak,
dan bau. Kalau tidak kotor atau bau, dia akan menganggap tangannya bersih.
Padahal, sebenarnya kuman-kuman nempel di mana-mana," ujar Wendy
Sarasdyani, koordinator Public-Private Partnership for Handwashing (PPP-HWWS)
di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kedua
tangan kita adalah salah satu jalur utama masuknya kuman penyakit ke dalam
tubuh. Kuman-kuman masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja,
makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci terlebih dahulu atau
tempat-tempat lain yang sering dijamah banyak orang.
"Dalam jari-jari tangan yang terlihat
bersih, sebenarnya terdapat ratusan telur cacing, kuman, dan virus di area
permukaan kulit tangan dan di sela-sela kuku," kata dr. Handrawan Nadesul,
pakar kesehatan dan penulis beberapa buku kesehatan. Selain air yang mengalir
dan sabun, menurut Handrawan, diperlukan pula sistematika mencuci tangan agar
semua bagian bebas kuman. Sejumlah bukti ilmiah juga membenarkan hanya cuci
tangan secara benar yang mampu membatalkan penularan penyakit. "Bersihkan
seluruh bagian pergelangan tangan, punggung tangan serta di sela jari, dan kuku
dengan sabun selama 20 detik. Lalu basuh dengan air kemudian keringkan dengan
tisu atau alat pengering lain yang bersih," paparnya.
CTPS adalah salah satu cara paling efektif untuk
mencegah penyakit diare dan ISPA. Kedua penyakit itu menjadi penyebab utama
kematian anak-anak. Setiap tahun, sebanyak 3,5 juta anak-anak di seluruh dunia
meninggal sebelum mencapai umur lima tahun karena penyakit diare dan ISPA.
Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait, seperti dikutip dari
www.sanitasi.or.id, menemukan bahwa cuci tangan pakai sabun dapat memangkas
angka penderita diare hingga separuhnya (50 persen) dan mengurangi angka
infeksi saluran pernapasan hingga 25 persen, dengan cara melepaskan kuman-kuman
penyakit (patogen) pernapasan yang terdapat pada tangan dan permukaan telapak
tangan. Cuci tangan juga efektif mencegah penyakit kolera, tifus, flu burung,
cacingan, influenza, serta hepatitis A, dan lain-lainnya.
Potensi terkena cemaran penyakit sulit
dihindari, akibat tidak melakukan CTPS, terutama bagi sebagian orang yang
sering beraktivitas diluar rumah atau kontak langsung dengan benda-benda yang
digunakan banyak orang. Contoh sumber cemaran adalah pegangan pintu toilet,
tombol lift, wadah sabun di toilet umum, troli di supermarket, gagang telpon,
meja kursi di ruang tunggu dokter, uang, aktivitas jabat tangan dan apa pun
yang terpegang di tempat umum.
Langkah nyata pencegahan cemaran penyakit
haruslah dilakukan penekanan pada kegiatan CTPS di setiap kesempatan yang
memungkinkan. Terlebih lagi sebelum makan, sebelum menyusui, sebelum menyiapkan
makan, sehabis buang air besar (BAB) dan setelah menceboki anak.
Menurut data Kajian Diare Ditjen PP&PL, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemkes, secara umum terjadi peningkatan perilaku CTPS dari 11 persen (tahun 2007) menjadi 23 persen (tahun 2010). Artinya, masih ada 77 persen orang Indonesia yang belum menerapkan CTPS. Senada dengan hasil kajian tersebut, sebuah riset yang dilakukan oleh kemitraan pemerintah dan swasta untuk CTPS menyimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat terkait CTPS terbilang sudah tinggi, namun dalam penerapannya masih sangat rendah.
Pengetahuan akan menjadi nyata bila diterapkan
sesuai dengan kepentingannya. Perihal CTPS, haruslah lebih ditekankan pada
segala macam cara yang mengarah terciptanya bentuk kebiasaan. Meskipun sulit,
terutama bagi orang dewasa, dampak penyakit akibat tidak dilakukannya CTPS
dapat menjadi landasan kuat bagi suksesnya program. Kegiatan PHBS di tingkat
RT-RW dapat digunakan sebagai kendaraan yang mengusung CTPS sebagai salah satu
pilarnya. Bahkan program Jumat bersih (Jumsih) dan Minggu bersih (Mingsih) yang
sudah berjalan di antara warga dapat lebih ditingkatkan lagi dengan penyuluhan
tentang manfaat dan penerapan CTPS. Program CTPS juga harus diterapkan di
rumah, sekolah, dan fasilitas umum agar menghasilkan satu sinergi yang saling
memperkuat keberhasilan.
Hari CTPS Sedunia, yang diperingati setiap
tanggal 15 Oktober, kiranya dapat lebih memberikan pemahaman dan introspeksi
menuju kualitas hidup yang lebih sehat dan bermakna dengan selalu berperilaku
CTPS secara konsisten dan sadar!
Publikasi Artikel di Harian Umum Galamedia, 17 Okt
2011 www.klik-galamedia.com
www.johaneskrisnomo.blogspot.com
J.Krisnomo : Penulis,
alumnus Kimia ITB, pemerhati lingkungan hidup, teknologi pangan, kesehatan,
kimia pangan dan praktisi di industri pangan.
Bandung, 06 Des 2011
Terimakasih
Semoga Bermanfaat
Johanes Krisnomo
stalgijk@yahoo.com
Sampai Jumpa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar