SITUS MEGALITIKUM GUNUNG PADANG CIANJUR
Gunung Padang Menantang Datang
Petualangan Menembus Batas Waktu
Persembahan JSSZ Ultrajaya
17 Juni 2012
Rekaman Spektakuler Koleksi Foto Pribadi
Johanes Krisnomo 
Catatan :
JSSZ - Jalan Sehat Suku Zebrak, artinya jalan sehat suku (kaki/bhs Sunda) Zebrak (megar/pecah-pecah/bhs Sunda), sebuah kelompok pecinta alam dari karyawan/keluarga/teman dari PT Ultrajaya, sebuah Industri Minuman di Padalarang - Bandung.
Situs Gunung Padang di Cianjur
Maha Karya Terpendam Peradaban Purba Nusantara
Balok-balok batu berserakan di mana-mana, berpusat di gunung
yang berusia sangat tua sekali. Tidak hanya di sana tetapi juga di pesawahan,
di sekitar rumah-rumah penduduk, bahkan diperkirakan masih tak terhitung
jumlahnya tertanam di bawah bukit dan tanahnya yang amat subur. Lokasi situs
ini berada di ketinggian 885 m dpl, di Gunung Padang, Desa Karyamukti,
Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.
Situs Gunung Padang adalah peninggalan megalitik terbesar di
Asia Tenggara dengan luas bangunan purbakalanya sekitar 900 m² dan areal
situsnya sekitar 3 Ha. Bangunan punden berundaknya berbahan bebatuan vulkanik
alami dengan ukuran yang berbeda-beda, unik sekaligus melayangkan dalam benak
Anda, sisa apa ini sebenarnya?
Tepat di puncak gunungnya, bebatuan tersebut berserakan dengan
denah mengkerucut dalam 5 teras.Diperkirakan batunya berusia 4000-9000 SM
(Sebelum Masehi).Situs megalitik ini sendiri berasal dari periode 2500-4000 SM.
Ini berarti bangunannya telah ada sekitar 2.800 tahun sebelum dibangunnya Candi Borobudur. Bahkan, usia situs megalitik ini lebih tua dari
Machu Picchu di Peru. Situs megalitik Situs Gunung Padang diperkirakan sezaman
dengan bangunan pertama Piramida di Mesir.
Kata “padang’” dalam bahasa Sunda berarti caang
atau terang benderang. Ada juga pengertian lain dari istilah “padang”,
yaitu: pa (tempat), da (besar; agung), dan hyang (eyang; moyang;
leluhur), dari ketiga kata tersebut kemudian kata ‘padang’ dimaknakan
sebagai tempat agung para leluhur.
Situs Gunung Padang merupakan peninggalan zaman batu besar yang
tak ternilai harganya. Bentuknya berupa tiang-tiang dengan panjang rata-rata
sekitar 1 meter dan berdiameter rata-rata 20 cm, berjenis andesit,
basaltik, dan basal. Geometri ujung batu dan pahatan ribuan batu
besar dibuat sedemikian rupanya teratur berbentuk pentagonal (lima sudut).
Angka 5 juga seakan memberikan identitas pemujaan bilangan ‘5’ oleh masyarakat
Sunda dahulu kala.Hal ini membedakannya dengan Babylonia yang menganggap sakral
angka 11 atau Romawi Kuno dengan angka 7. Simbol ‘5’ tersebut mirip
dengan tangga nada musik Sunda pentatonis, yaitu: da mi na ti na. Oleh
karena itulah, selain kompleks peribadatan purba, banyak juga menyebut Situs
Gunung Padang sebagai teater musikal purba.
Batu-batu andesit Situs Gunung Padang tersebut hanya dapat
ditemui di sekitar Gunung Padang.Begitu menyeberangi Kali Cikuta dan Kali
Cipanggulaan, tidak ada lagi batu-batu besi seperti itu.Masyarakat setempat
percaya bahwa batuan andesit itu terlebih dahulu diukir di satu tempat yang
kini disebut Kampung Ukir dan dicuci di satu empang yang disebut Kampung
Empang.Hingga kini terhampar berserakan sisa-sisa ukiran batu purba
tersebut.Kampung Ukir dan Kampung Empang berada sekitar 500 meter arah tenggara
Situs Megalitik Gunung Padang.
Situs Gunung Padang pertama kali tahun 1914 yang termuat dalam
Rapporten van de Oudheidkundige Dienst (ROD) atau Buletin Dinas Kepurbakalaan
pemerintah Hindia Belanda. Seorang sejarawan Belanda ternama yaitu N. J. Krom
sempat menguraikannya tetapi belum banyak keterangan lebih lanjut mengenai
informasi keberadaannya.
Kajian arkeologi, sejarah, dan geologi kemudian dilakukan Puslit
Arkenas sejak 1979.Tidak ditemukannya artefak berupa manik-manik atau peralatan
perunggu menyulitkan penentuan umur situs ini.Hal itu karena mayoritas artefak
megalitik di Indonesia dan Asia Tenggara ditemukan pada masa kebudayaan Dongson
(500 SM).
Para arkeologi sepakat bahwa Situs Gunung Padang bukan merupakan
sebuah kuburan seperti dinyatakan oleh Krom (1914) tetapi merupakan sebuah
tempat pemujaan masyarakat Sunda Kuna.Selain itu, situs ini juga dibangun
dengan posisi memperhatikan pertimbangan geomantik dan astromantik.
Situs Gunung Padang secara astronomis ternyata berharmoni dalam
naungan bintang-bintang di langit. Analisis dengan planetarium yang dilacak
hingga ke tahun 100 M menunjukkan bahwa posisi Situs Gunung Padang pada masa
prasejarah menunjukan berada tepat di bawah langit yang lintasannya padat
bintang berupa jalur Galaksi Bima Sakti.
Sementara itu, bagi masyarakat setempat, mereka meyakini bahwa
reruntuhan bebatuan ini berkaitan dengan upaya Prabu Siliwangi dari Kerajaan
Pajajaran yang ingin membangun istana dalam semalam.Bersama pasukan dan
masyarakatnya mengumpulkan balok-balok batu alami dari sekitar Gunung
Padang.Akan tetapi, sayang upaya tersebut gagal karena fajar telah
menggagalkannya sehingga bebatuan vulkanik masif yang berbentuk persegi panjang
itu dibiarkan berserakan di atas bukit.
Asumsi tersebut diyakini karena
peninggalan prasejarah ini berupa bebatuan yang sama sekali belum mengalami
sentuhan tangan manusia atau belum dibentuk oleh tangan manusia. Bebatuan ini
jumlahya sangat banyak dan tersebar hampir menutupi bagian puncak Gunung
Padang.
Penduduk menamakan 5 teras di gunung ini dengan nama-nama bernuansa
Islam, yaitu: Meja Kiai Giling Pangancingan, Kursi Eyang Bonang, Jojodog
(tempat duduk) Eyang Swasana, Sandaran Batu Syeh Suhaedin (Syeh Abdul Rusman),
Tangga Eyang Syeh Marzuki, dan Batu Syeh Abdul Fukor.
Situs Gunung Padang merupakan tempat pertemuan berkala
(kemungkinan tahunan) semua ketua adat masyarakat Sunda Kuna.Saat ini situs ini
juga masih dipakai oleh penganut agama asli Sunda untuk melakukan pemujaan yang
telah berlangsung sejak 2.000 lalu.
Berkaitan
umur Situs Gunung Padang, ada yang
berpendapat dibangun pada masa Prabu Siliwangi dari Kerajaan Sunda sekitar abad
ke-15 karena ditemukan guratan senjata kujang dan ukiran tapak harimau pada dua
bilah batu. Akan tetapi, arkeolog berpendapat lain, situs ini umurnya jauh
lebih tua 2500-400 SM.
Hal tu berdasarkan bentuk monumental megalit dan catatan
Bujangga Manik, yaitu seorang bangsawan dari Kerajaan Sunda dari abad ke-16
yang menyebutkan suatu tempat yaitu Kabuyutan (tempat leluhur yang dihormati
orang Sunda) berada di hulu Sungai Cisokan yang berhulu di sekitar Gunung
Padang. Bujangga Manik juga menulis bahwa situs ini sudah ada sebelum Kerajaan
Sunda.
www.johaneskrisnomo.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar