JK250811

Selasa, 30 November 2010

Bakteri, Cikal Bakal Keracunan Makanan


Bakteri, Cikal Bakal Keracunan Makanan

Oleh: Johanes Krisnomo
"74 Warga Keracunan, Usai Menyantap Hidangan Acara Syukuran" demikian judul yang ditampilkan HU Galamedia, beberapa waktu lalu. Berdasarkan keterangan dari sejumlah korban, mereka mulai merasa mual dan pusing setelah tiba di rumah. Mengapa hal ini bisa terjadi dan bagaimana tindak pencegahannya?

Menurut Prof. Dr. Ir. Umar Santoso, M.Sc. dalam pidato pengukuhan Guru Besar Bidang Kimia Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Gadjah Mada (UGM), penyebab keracunan makanan lebih banyak diakibatkan mikroba (bakteri, virus, dan parasit). Dengan perincian dari perusahaan jasa boga sebanyak 65%, makanan industri kecil sekitar 19%, dan makanan yang disiapkan rumah tangga sebesar 16%.

Bicara tentang bakteri, seperti manusia, mereka perlu energi untuk mempertahankan hidup, dengan cara berkompetisi memperebutkan makanan yang berasal dari bahan baku maupun makanan siap santap. Bahkan selama proses pengolahan, bakteri selalu berupaya mencari jalan agar bisa mendapatkan makanannya. Serangan bakteri tersebut dapat diasumsikan sebagai cikal bakal terjadinya keracunan makanan. Demi memperoleh makanan yang sehat, layak konsumsi, dan bebas keracunan, sudah selayaknya perlakuan terhadap pangan diterapkan sesuai prinsip-prinsip higienitas dan sanitasi makanan. Higienitas dan sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.

Beberapa persyaratan rinci sehubungan dengan Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasa Boga (Kep Men Kes RI - No: 715/MENKES/SK/V/2003) telah dijabarkan, dari mulai lokasi, bangunan, dan fasilitas yang diperlukan, termasuk juga pemilihan, penyimpanan bahan baku serta pengolahan makanan. Dari banyaknya kasus keracunan makanan, sebagian besar penyebabnya, terletak pada proses penyimpanan, pengolahan, dan kualitas bahan makanan yang kurang baik, juga kurangnya kebersihan pribadi serta peralatan yang digunakan. Kemungkinan pada tahapan mana terjadi pencemaran bakteri, dapat diperkirakan dari hasil uji laboratorium contoh makanan, air, peralatan, dll. Hal ini penting untuk diketahui karena penekanan mengenai tindak perbaikan dapat dilakukan pada tahap terjadinya pencemaran.

Kebiasaan masyarakat Indonesia menyimpan makanan di suhu ruang dan tidak tersedianya sarana pendingin, akan menyebabkan tumbuhnya kembali bakteri patogen (penghasil racun) pembentuk spora. Dalam hal ini, spora dapat diartikan sebagai bentuk pertahanan diri bakteri terhadap kondisi yang tidak sesuai dengan lingkungan hidupnya. Makanan, usai dimasak harus sesegera mungkin didinginkan ke suhu 4 derajat Celsius atau kurang, jika tidak langsung dikonsumsi. Bila makanan siap santap akan dikonsumsi, diperlukan pemanasan kembali hingga suhu 60 derajat Celsius atau lebih, karena suhu yang tidak cukup, dapat merangsang tumbuhnya kembali bakteri patogen berspora. Sedangkan bila diketemukan bakteri patogen (penghasil racun) bukan pembentuk spora, maka hal ini lebih disebabkan tercemarnya makanan oleh bakteri, setelah pemasakan yang berasal dari wadah atau alat pengolahan dan atau alat penyimpanan, termasuk kurangnya kebersihan pribadi dan sarana. (Ratih Dewanti-Hariyadi, Ph.D/IPB).

Ada lima kunci utama keamanan pangan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam tindakan pencegahan terjadinya keracunan makanan. Pertama, kebersihan dengan mencuci tangan sebelum dan selama pengolahan pangan, sesudah dari toilet. Cuci alat pengolahan pangan dan bebaskan area dapur dan pangan dari kecoa, tikus, dan binatang lain. Kedua, pemisahan pangan mentah dan pangan siap santap. Gunakan peralatan yang terpisah, seperti pisau dan talenan untuk mengolah pangan mentah. Simpan pangan dalam wadah untuk menghindari kontak antara pangan mentah dan pangan siap santap. Pangan mentah dapat mengandung bakteri patogen dan mencemari pangan lainnya. Ketiga, cara pemasakan yang benar. Rebuslah pangan, seperti sup, sampai mendidih agar bakteri patogen mati. Empat, jaga pangan pada suhu aman. Jangan biarkan makanan siap santap pada suhu ruang selama lebih dari dua jam. Simpan segera pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin (4 derajat Celsius atau kurang). Pertahankan suhu makanan siap santap lebih dari 60 derajat Celsius sebelum disajikan. Lima, penggunaan air dan bahan baku yang aman. Bahan baku, termasuk air, harus bersih dan aman. Pilih pangan yang segar dan bermutu. Cuci buah-buahan atau sayuran, terutama yang dimakan mentah. Jangan konsumsi pangan yang sudah kedaluwarsa. (WHO/Badan POM-RI). 

(Penulis, alumnus ITB, pemerhati lingkungan hidup, teknologi pangan, kesehatan, kimia pangan, dan praktisi di industri pangan) Catatan : Artikel telah dipublikasikan di Harian Umum Bandung : Galamedia , 14 Agst 2009.

3 komentar:

  1. Selamat Malam,
    Ada komentar buat sahabat sekalian?
    Trimakasih atas kunjungannya.
    Salam Sukses,
    J.Krisnomo

    BalasHapus
  2. Adakah teman-teman yg ingin memberi saran
    dan komentar ?
    Maklumlah masih belajar!!!
    Salam Persahabatan Selalu.
    J.Krisnomo

    BalasHapus
  3. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus