JK250811

Kamis, 02 Desember 2010

Bandung Lautan Polusi Udara


Bandung Lautan Polusi Udara

Oleh: Johanes Krisnomo

BANDUNG kota dengan udara yang relatif sejuk, dikenal sebagai kota wisata, pendidikan, dan perdagangan. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk serta meningkatnya aktivitas di berbagai sektor, terjadi pula peningkatan polusi udara yang berdampak negatif terhadap kesehatan maupun lingkungan. Oleh karena itu, perlu diketahui, dampak apa saja yang ditimbulkan akibat polusi udara, serta pentingnya upaya tindak pencegahan, seperti menggiatkan kembali ketersediaan dan pengelolaan taman-taman yang berfungsi sebagai ruang terbuka hujau (RTH).

Menurut Afif Budiyono, Kepala Bidang Pengkajian Ozon dan Polusi Udara, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, dalam sebuah seminar nasional bertema "Proyeksi Iklim dan Kualitas Udara 2010-2014" di Bandung, beberapa waktu lalu, penyebab terjadinya polusi udara adalah pertambahan jumlah penduduk, jumlah kendaraan bermotor, dan polusi industri. Bahkan tingkat polusi udara di Jawa Barat diklaim tertinggi di Indonesia. Pada tahun 2010, peningkatan kadar polutan berbahaya, diperkirakan akan terus bertambah dibandingkan lima tahun sebelumnya.

Berbeda dengan kota-kota besar lainnya, lokasi Bandung yang berada di cekungan yang dikelilingi pegunungan, mengakibatkan banyak polutan berbahaya, terperangkap dan bertahan agak lama di udara. Keterkaitan antara pertambahan jumlah penduduk, jumlah kendaraan bermotor dan polusi industri, seolah bagai lingkaran sebab akibat. Meskipun transportasi dan industri sangat diperlukan, namun dampak negatif akibat polusi udara yang ditimbulkannya masih sulit dikendalikan. Artinya, hidup di Kota Bandung, hampir tidak lepas dari pengaruh polusi udara, di mana pun kita berada. Dengan kata lain, Bandung, tanpa disadari oleh banyak orang, telah menjadi lautan polusi udara. Selain jalur penyebab timbulnya penyebab polusi udara, seperti pengaturan jumlah kendaraan bermotor dll., pencegahan dampak polusi udara dapat dilakukan melalui jalur penghijauan, yang secara kasat mata masih lebih mudah diterapkan, asalkan dengan tekad dan kemauan yang kuat.

Dalam sebuah seminar tentang strategi pengelolaan RTH di Bandung, pada 19 November 2009 dikatakan Wali Kota Bandung H. Dada Rosada, data RTH yang ada sekarang, baru mencapai 8,87%. Sementara UU RI No. 26/2007, menetapkan keharusan bagi pemerintah daerah untuk menyediakan RTH sebanyak 30% dari luas wilayah. Yaitu 20% bagi RTH publik, yang merupakan RTH yang dimiliki dan dikelola pemerintah kota, dan digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum, serta 10% diperuntukkan bagi RTH privat pada lahan-lahan yang dimiliki swasta atau masyarakat.

Guna memenuhi target pencapaian luas RTH sesuai yang dipersyaratkan, diperlukan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, untuk lebih menggiatkan kembali, gerakan penghijauan. Dimulai dari pengadaan taman rumah dan taman-taman lainnya, seperti taman sekolah, taman kantor, taman perumahan, dll. Sedangkan taman kota, dengan lahan yang lebih luas dan tanaman yang lebih bervariasi, selain berfungsi sebagai penyerap polutan berbahaya, dapat juga dimanfaatkan sebagai sarana olahraga, belajar, rekreasi, dan komunikasi antarwarga. Juga gerakan penghijauan, dalam hal ini termasuk perawatan dan pengelolaan taman-taman yang telah ada sebelumnya.

Foto : HOKI/Google 

Penulis, alumnus Kimia ITB, pemerhati lingkungan hidup, teknologi pangan, kesehatan,kimia pangan dan praktisi di industri pangan. Catatan : Artikel telah dipublikasikan di Harian Umum Galamedia, 03 Des 2009.

2 komentar:

  1. Pak, itu fotonya kok Jakarta sih? Kenapa gak pakai foto Bandung?

    BalasHapus
  2. Beritanya udah keren banget, pak Krist
    Mungkin benear kata si anonim sblmnya,
    sebaiknya fotonya ambil foto bandung aja hehehe...

    BalasHapus