JK250811

Selasa, 26 Februari 2013

Di Kebun Binatang Ada Cita-Cita



Di Kebun Binatang Ada Cita-Cita
Oleh : Johanes Krisnomo

Kebun Binatang Bandung, Sabtu, 5 Januari 2013. Udara segar menyambut para pengunjung yang mulai berdatangan dari dalam dan luar kota. Area parkirnya luas, dikelilingi kios-kios cindera mata dan warung-warung makan yang tertata rapi. Beberapa pohon besar tampil kekar menjulang tinggi di sebelah kanan dan kirinya, bergoyang-goyang ditiup angin seakan ingin mengucapkan selamat.datang.kepada.para.pengunjung.

Pardi, pria paruh baya umur sekitar 54 tahun. Wajahnya tampak segar bersemangat, badan kurus sedikit melengkung dengan tinggi badan 154 cm. Di lingkar badannya penuh barang bawaan alat-alat fotografi seperti tas ransel punggung, tas pinggang dan sebuah kamera digital lengkap dengan lampu blitznya. Bergabung bersama sembilan orang teman-teman lainnya dalam sebuah kelompok pencinta Fotografi yang akan mengabadikan macam-ragam.aktifitas.di.Kebun.Binatang.

Baginya, Kebun Binatang Bandung masih tetap menarik dan punya banyak kenangan. Di situlah Pardi pernah berjuang mempersiapkan masa depannya yang boleh dibilang sukses. Belajar di kebun binatang saat menjelang ujian semester, bersantai menikmati keanekaragaman binatang dan menikmati segarnya udara adalah kegiatan rutin yang dilakukannya hampir tiap bulan semasa kuliah. Entahlah apa yang membuatnya jatuh hati pada tingkah polah binatang-binatang itu sehingga ia tak pernah puas memandangi
.dan.memperhatikan.mereka.

Segarnya udara di area kebun binatang ini selalu membuat otaknya fresh. Pardi jadi lebih mudah berkonsentrasi mencerna berbagai materi pelajaran kuliahnya. Kedekatan lokasinya yang bersebelahan dengan kampus ITB (Institut Teknologi Bandung) selain faktor kenangan masa kecil, telah mengikat hatinya dan memanfaatkannya untuk belajar dan rekreasi hingga akhirnya lulus Sarjana Kimia di tahun 1984.

Ketertarikan Pardi akan kebun binatang berawal dari masa kecil dulu di Semarang, ketika Sang Ayah mengajaknya berkunjung di sela-sela kesibukannya sebagai tentara yang sering bertugas di luar Jawa. ”Kalau Bapak libur lama, kamu akan Bapak ajak jalan-jalan lagi ya, tentunya bersama adik-adikmu,” kata bapak setelah pulang dari Kebun Binatang Semarang. Kenyataannya, bapak sangat jarang pulang. Tugas-tugasnya berkesinambungan dari satu daerah ke daerah lain. Kata ibu, “Masih ada pemberontakan di berbagai daerah.” Semua penjelasan tersebut dipahami Pardi sebagai tugas mulia dari negara yang
.harus.dilakukan.bapaknya.

Kebun Binatang Semarang terletak di tengah kota dan lokasinya terletak diantara rumah dan sekolah. Tiap hari Pardi menempuh perjalanan ke sekolah dengan berjalan kaki yang ditempuhnya dalam waktu tidak lebih dari empat puluh lima menit. Dalam kurun waktu lama, Pardi yang penurut selalu pulang tepat waktu dan tidak pernah menyimpang untuk mampir ke Kebun Binatang tanpa ijin orangtua.

Suatu hari, usai kegiatan Pramuka di sekolah, Pardi lupa peraturan ijin yang telah ditetapkan orangtuanya. Keinginan kuat untuk tahu lebih banyak tentang kebun binatang membuatnya berontak. Sepulang kegiatan Pramuka di sekolah, kemudian main ke kebun binatang tanpa ijin Sang Ibu. Pardi yang waktu itu masih duduk di kelas 3 SD memanfaatkan seragam pramuka yang dikenakannya, sehingga ia bisa masuk ke kebun binatang itu
.gratis.tanpa.tiket.masuk.

Bayangan Sang Ibu yang menanti di rumah, di tengah-tengah kesibukannya mengurus rumah bersama empat orang adik-adiknya sirna oleh keinginan terpendam untuk berkunjung ke kebun binatang. Tanpa uang yang cukup, Pardi harus bertahan tanpa makan siang. Hatinya cukup senang ketika berjumpa dengan aneka macam binatang. Setelah berkeliling, Pardi melepas lelah di tepi danau buatan sambil menonton para pengunjung yang bergantian naik perahu motor. Kelak setelah Sang Ayah pulang bertugas, Pardi berencana akan mengajaknya jalan-jalan ke Kebun Binatang Semarang, naik perahu motor dan membalas semua kekecewaan yang dialaminya.

Pardi kelelahan karena jalan kaki pulang dan baru sampai rumah hampir pukul enam sore. Sang Ibu marah besar, mengumbar habis kemarahan dan kekhawatirannya. “Dari mana saja kamu? Pulang sekolah keluyuran sampai malam begini!” bentak ibunya. Wajah ibunya berubah warna jadi merah padam. Alisnya terangkat naik, matanya melotot, dan suaranya menggelegar. Pardi hanya menunduk, tak berani menentang ibunya. “Jawab!” kata ibunya kalap. Pardi memberanikan diri menatap wajah ibunya. “A…a…nu, Bu! Saya…main ke Kebun Binatang,” jawab
.Pardi.takut-takut.

Tanpa basa-basi Pardi harus terima kenyataan disimpan di kamar mandi sampai pukul delapan malam tanpa diberi makan. “Kamu pasti lelah, istirahatlah di dalam kamar mandi,” Sang Ibu memberi perintah pamungkas. Sementara itu adik-adiknya cuma bisa terdiam, memandang dan bertanya dalam hati karena tidak mengerti
.benar.permasalahannya.

Rasa lapar itu masih ada, ketika Pardi bersama-sama teman-temannya singgah mengambil foto pemandangan dan canda-ria para pengunjung di atas perahu motor di tepi danau buatan Kebun Binatang Bandung. Beda alasan memang, kalau dulu lapar karena tak mampu sedangkan kini
.lapar.karena.tak.ingat.waktu.

Keceriaan dan kegembiraan bersama teman-teman di Kebun Binatang Bandung adalah buah kesengsaraan dan kekecewaan di masa lampau. Berbekal tekad kuat untuk meraih cita-cita luhur meski jalan terjal-menanjak, terbukti dapat memberikan sebuah kesuksesan dan kebahagiaan
.di.kemudian.hari.

Bandung,23Feb2013  / Sumber Foto: Google
Johanes Krisnomo : Penulis, Fotografer dan Praktisi di Industri Pangan
Artikel telah tayang  di www.kabarindonesia.com /26 Feb 2013/ www.johaneskrisnomo.blogspot.com

www.kabarindonesia.com

2 komentar:

  1. met sore pak , mau tanya ...pak, kalau memasukan foto pada blogspot com suka ada masalah, soalnya ini dari kemarin kok mau masukan foto sulit dan tdk bs diunggah. Trims sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sdh agak lama, gak update blog.
      Mulai hari ini akan starting lagi.
      Mungkin Fotonya terlalu besar bu, harus dikecilkan dulu.
      Makasih,
      Salam Semangat,
      J.Krisnomo

      Hapus